Kita
sudah sangat dekat dan selalu bersama, apakah perasaanmu sama denganku atau
hanya aku seorang diri yang merasakannya? Perasaan ini semakin kuat ketika kau
berkata padaku bahwa kita tidak bisa berada di universitas yang sama. Kau
menangis mengadu padaku namun apa daya aku tidak bisa menahanmu untuk pergi,
aku yang saat itu sangatlah payah, yang tidak berani mengungkapkan segalanya
padamu dan pada akhirnya kita harus berpisah. Kau meninggalkan ku dengan semua
perasaan ini, perasaan yang masih tersusun rapih di hati.
Satu
tahun berlalu semenjak kepergianmu, aku masih disini bersama kenangan kita yang
dulu. Masih ku ingat ketika kita selalu pulang bersama dan melihat dua ekor
anak kucing yang berada dibawah pohon saling bercanda gurau. Melihat bunga
sakura yang berguguran dan makan ice cream bersama. Apa kabar kau disana,
semoga kau baik-baik saja, aku masih disini menunggu kedatangan mu lagi dan
kali ini aku akan mengungkapkan semuanya pada mu agar aku tidak kehilangan mu lagi.
Sesampainya
dirumah aku melihat kotak surat ku terisi. Aku menghampiri dan mengambil semua
surat yang ada. Setelah masuk kedalam rumah dan memastikan pintu terkunci, aku
segera duduk dan mulai melihat surat-surat itu. “seperti biasa…” gumamku.
Tanganku terhenti dan mataku tak percaya dengan apa yang ku lihat. Surat
ditanganku ini, surat dengan amplop berwarna merah muda, betuliskan From : Akari . To : Takaki. Surat ini
dari Akari, Akari kau mengirm surat padaku.
Salam Takaki, aku sangat menyesal
tidak menghubungimu sementara waktu. Panas sekali musim panas disini tapi masih
lebih dingin dibandingkan Tokyo. Tapi memikirkan itu, aku lebih suka musim
panas yang gerah di Tokyo. Aspal yang terlihat seakan-akan meleleh, gemerlap
gedung-gedung pencakar langit di kejauhan dan AC yang terlalu dingin di pusat
perbelanjaan dan kereta bawah tanah. Terakhir kita bertemu di upacara
perpisahan sekolah menengah atas… sudah satu tahun sejak saat itu. Hey Takaki, masihkah kau ingat diriku?
Itu
adalah isi surat pertama dari Akari, aku sangat senang akhirnya dia memberi
kabar padaku, aku sangat merindukannya. Setelah surat pertama itu kami saling
membalas surat sampai akhirnya kami memutuskan untuk bertemu. Untuk pertama
kalinya setelah satu tahun, aku akan bertemu kembali dengan Akari.
Salam Takaki, aku sangat senang
bahwa kita akan bertemu. Bukankah ini akan menjadi perjalanan yang panjang
untukmu, aku harap kau berhati-hati. Aku akan kirim kan petunjuk padamu agar
kau tidak kesulitan nanti. Aku akan menunggumu diruang tunggu stasiun pada
pukul 7.
Hari ini adalah hari dimana aku dan
Akari akan bertemu. Salju mulai turun saat aku mulai berangkat dari stasiun
pertama. Aku sangat tak sabar ingin bertemu dengannya. Sepanjang perjalanan
selalu terlintas ingatan masa lalu kami. Aku dan Akari sudah saling kenal sejak
duduk dibangku sekolah dasar, kami selalu berada diperpustakaan dari pada
ditempat bermain, kami yang masih kecil dan sakit-sakitan pada waktu itu.
Karena hal iu kami selalu digoda oleh teman-teman tetapi saat kami bersama
semua berlalu begitu saja. Jantungku berdegup kencang, pipiku terasa panas,
hari ini aku akan bertemu dengan Akari.
Di terminal stasiun transfer, mulai
ramai dengan orang-orang yang pulang ke rumah sehabis kerja, sepatu setiap
orang basah karena terkena air dari salju. Udaranya menghembuskan bau yang khas
dari musim salju di kota, dan dingin. Dingin, dingin sekali dan aku sudah mulai
lapar tetapi aku hanya membawa uang secukupnya untuk naik kereta. Aku harus
bertahan, aku harus kuat menahan dingin dan lapar ini agar aku dapat bertemu
dan melihat Akari.
Kereta berhenti akibat badai salju, sudah dua
jam berlalu tanpa suara sedikit pun. Aku melihat jam, sudah menunjukan pukul
setengah 9. Apakah Akari masih disana menunggu? Ini sudah lewat dari jam 7. Aku
mengeluarkan surat yang akan ku berikan pada Akari. Aku melihat surat itu lagi,
apakah aku akan memberikannya atau tidak perlu? Ah aku mulai putus asa, putus
asa dengan kereta yang tak kunujung bergerak dan dengan semua perasaanku pada
Akari. Waktu seakan mempunyai niat jahat, perlahan-lahan menjauhkanku. Aku
mulai menggrtakkan gigi dan menjaga agar tak menangis adalah satu-satunya yang
dapat ku lakukan. ”Akari… Tolong… Segera… kembali… Segeralah kembali kerumah!”
0 komentar:
Posting Komentar