Kereta
mulai bergerak, tak lama aku tiba di stasiun Tochigi, disini sudah sangat sepi
tidak ada yang berlalu lalang lagi. Apakah Akari masih menunggu di ruang
tunggu? Kurasa tidak. Saat aku menuju ruang tunggu disana aku melihatnya,
seorang gadis tengah duduk sendirian disana dan aku tahu siapa gadis itu,
senyum muncul di wajahku, aku senang Akari masih disini dan baik-baik saja. Aku
menghampirinya dan ia menatapku, tak lama ia menggenggam tanganku dan
menundukan kepalanya. Kami menangis, menangis bersama, menangis bahagia karena
akhirnya kami bisa bertemu kembali. Aku duduk disampingnya, Akari sudah
menyiapkan makanan untukku, senang sekali rasanya karena aku sangat lapar.
Sambil menyantap makanan kami berdua asik berbicara. “stasiun akan segera
ditutup, diluar sedang turun salju, kalian berhati-hatilah” penjaga stasiun
mengingatkan kami. “baiklah, terimakasih” jawab kami bersamaan.
Kami pun mulai meninggalkan stasiun
berjalan diatas selimut salju yang sangat tebal. Akari membawaku kesebuah pohon
sakura yang sering ia lihat saat musim semi. Bersama-sama kami melihat pohon
sakura itu dan tiba-tiba membawa kami pada ingatan masa lalu. “hey, bukankah
ini…menyerupai salju?” ucap Akari. “ya benar” jawabku. Kami saling menatap dan
tersenyum…
Saat
ini, tempat kebadian, hati dan jiwa menjadi jelas bagiku.
Seakan-akan
aku mengerti segala sesuatu yang terjadi dalam hidupku sejak delapan belas
tahun terakhir, dan… waktu yang akan datang.
Aku
menjadi sangat-sangat… pedih
Kehangatan
Akari, jiwanya, bagaimana aku akan memperlakukannya, akan kubawa kemana? Itu
adalah sesuatu yang tidak kuketahui bahwa kami tidak dapat bersama selamanya
setelah ini adalah kenyataan yang jelas-jelas terpampang
Kehidupan
luas yang terbentang, waktu yang tak terbatas tak terelakan membentang di depan
kita. Tapi… kegelisahan yang kualami segera meleleh dan setelah itu hanya
kehangatan bibir Akari yang tersisa
Setelah itu kami tinggal disebuah
gudang kecil disamping tanah lapang, saling berbagi selimut dan certita tak
terasa kami pun terlelap. Di pagi hari, aku segera menuju stasiun untuk naik
kereta yang mulai beroperasi lagi. Aku dan Akari berpisah, aku tak memberikan
surat itu pada Akari.
“Takaki”
panggil Akari
“uhm..”
“Takaki,
kau akan….” Akari tak menyelesaikan kalimatnya
“ya?”
“Takaki,
kau akan baik-baik saja dari sekarang, aku yakin hal itu!” ucap Akari sambil
tersenyum
“terimakasih”
jawabku masih tak percaya
Pintu
kereta api mulai tertutup.
Lalu
aku segara berbicara kepada Akari walau pintu sudah tertutup
“Akari,
kamu juga, baik-baiklah! Kami akan berkirim surat… dan menelpon juga…!”
Hanya
itu yang bisa aku sampaikan padanya, walaupun aku tahu bahwa kami tidak mungkin
bersama karena aku yang selalu penuh dengan keragu-raguan. Andai aku mempunyai
banyak waktu atau andai aku dapat mengulang waktu aku akan merubah semuanya,
andai... aku memiliki kesempatan sekali lagi. Aku hanya berdoa supaya diberi
kekuatan untuk menjaganya. Hanya memikirkan hal itu, seperti biasanya aku
melanjutkan melihat pemandangan diluar jendela.
Isi
surat yang ku tulis untuk Akari.
Kemarin, aku bermimpi
Sebuah impian yang
terjadi di waktu lalu
Dalam mimpi itu kita
belum mengetahui perasaan satu sama lain
Kita berada di daerah
yang luas yang tertutup salju
Lampu-lampu rumah
menyebar di kejauhan, pemandangan yang mempesona
Kita berjalan dikarpet
salju yang tebal, tapi tidak meninggalkan jejak sedikitpun
Dan seperti itu
“suatu hari, kita akan
melihat bersama bunga sakura mekar lagi”
Kita berdua, tanpa
keraguan sedikitpun
Itu yang kita pikir