Selasa, 08 September 2015

Matahari Terbenam (Part 1)


“Dua tahun yang lalu kita bertemu dan berkenalan ditempat ini.”

“Kau masih mengingatnya?”

“Tentu saja, pertama kalinya ku melihat seorang gadis yang sedang asyik menikmati secangkir kopi sambil menyaksikan matahari terbenam ditempat ini.”

Matahari terbenam saat itu sangat indah ditambah aku menyaksikannya tidak sendiri melainkan dengan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, Wiliam. Namun setelah hari itu Wiliam berubah, ia jarang memberikan kabar, ia sering menghilang begitu saja, aku hanya bisa bersabar menunggu dan berdoa agar tidak terjadi apapun dengannya. Pernah ku coba tanyakan padanya mengapa belakangan ini ia seperti itu.

“Wil, apakah kau sangat sibuk akhir-akhir ini?”

“Ada apa memangnya?”

“Tidak ada apa-apa, namun kau sudah jarang bahkan tidak pernah memberikan kabar padaku.”

“Maafkan aku tapi aku sangat sibuk dengan pekerjaanku”

“Tidak Wil, harusnya aku yang meminta maaf karena sudah berkata seperti itu.”

“Baiklah, sudah dulu ya aku masih ada urusan,akan ku tutup teleponnya, bye.”

Tak ada perubahan sedikitpun darinya, ia tak pernah memberiku kabar seperti dulu. Dua bulan berlalu sudah, Wiliam mangajak ku bertemu karna ada yang ingin dibicarakan. Sambil menunggu matahari terbenam ditempat pertama kali kita bertemu Wiliam menceritakan bahwa keluarganya tidak setuju dengan hubungan kami. Aku sangat terkejut mendengarnya, masih tidak percaya dengan apa yang Wiliam katakana.

“Maafkan aku, sepertinya memang kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini.”

“Kau yakin Wil, apa alasan keluargamu tidak menyetujui hubungan kita?”

“Entahlah, pastinya aku tidak bisa menentang perkataan mereka.”

“Wiliam boleh kah aku menunggu mu kembali, jika memang masih ada kesempatan untuk kita bersama lagi.”

“Maaf Cynthia aku harus segera pergi, jaga dirimu baik-baik ya, sampai bertemu lain waktu.”

Wiliam pergi meninggalkan ku menyaksikan matahari terbenam sendirian dan untuk pertama kali matahari terbenam tidak seindah biasanya. Awalnya sulit untuk ku menerima bahwa Wiliam tak lagi bersama ku, namun aku tidak boleh larut dalam kesedihan, aku akan tetap menunggunya kembali. Akhirnya aku dapat menjalani hari ku seperti biasa walaupun kadang aku masih merindukan Wiliam. Lima bulan sudah Wiliam meninggalkan ku, aku menyempatkan diri untuk melihat matahari terbenam walaupun kali ini aku tidak bersamanya. Ditemani secangkir kopi sore itu aku duduk menikamti hembusan angin, tak jauh dari tempat ku berada ada seseorang yang sepertinya aku kenal.

“Wiliam”

“Oh, hai Cynthia”

“Kau dengan siapa?”

“Oh ya kenalkan ini Linda.”

“Hai, Linda, kekasih Wiliam.”

“Hai, Cynthia”

“Sayang aku pergi kesana dulu ya.”

“Ok kamu hati-hati ya sayang.”

Saat Linda meninggalkan kami berdua Wiliam mulai membuka suara lagi.

“Cynthia, ada yang ingin aku katakana.”

“Ada apa?”

“Saat itu aku tidak jujur padamu, sebenarnya bukan keluarga ku tidak setuju dengan hubungan kita tapi…”

“Kau bertemu dengan Linda dan jatuh cinta padanya.”

“Maafkan aku tidak berkata yang sebenarnya pada mu, hanya itu yang ingin ku katakana.”

“Tidak apa-apa Wil semua sudah terjadi dan berlalu, semoga kau selalu bahagia dengannya.”

“Terimakasih Cynthia, aku pergi dulu Linda menunggu ku, sampai bertemu di lain waktu.”

Matahari pun mulai terbenam, untuk kedua kali matahari terbenam tidak seindah biasanya dan aku tidak sendirian lagi, bulir air mata yang menemaniku saat itu. Malamnya aku memutuskan membuat janji dengan Wiliam, aku masih penasaran dengan apa yang sebenarnya membuat Wiliam lebih memilih Linda.

“Jadi begini, aku merasa kita memiliki perbedaan yang sangat jauh dan aku tidak bisa dengan hal itu, diriku mulai tidak nyaman saat kau mulai rewel menghubungi ku menanyakan ku dimana dan dengan siapa atau sedang melakukan apa, aku juga merasa terganggu dengan pesan-pesan mu yang setiap hari isinya hampir sama mengingatkan ku makan istirahat dan lain-lain, lalu Linda lebih cantik dibanding mu Cynthia.”

“Oh jadi seperti itu, kau benar-benar jujur Wiliam.”

“Kau meminta ku untuk mengatakan semuanya dan sejujurnya.”

“Maafkan aku Wiliam jika sudah membuatmu sulit dan terganggu, maafkan jika aku belum bisa jadi yang terbaik. Sudah malam dan sepertinya akan turun hujan, aku duluan ya, bye.”

“Biarkan aku mengantar mu pulang.”

“Terimakasih tapi aku bisa sendiri.”

Suara langkah ku padam oleh derasnya hujan dan air mata ku menetes bersama hujan yang mengguyur malam.  

0 komentar:

Posting Komentar